KOMPETENSI DASAR
2.2. Menganalisis peranan lembaga-lembaga peradilan.
TUJUAN PEMBELAJARAN
Setelah proses belajar
mengajar berlangsung siswa diharapkan dapat :
·
Menjelaskan lembaga-lembaga penegak hukum
·
Menguraikan macam – macam lembaga peradilan.
·
Menganalisis
peranan lembaga peradilan
·
Menganalisis keberadaan lembaga peradilan
Jawab
1. Istilah penegak
hukum dapat ditemui dalam Pasal
5 ayat (1) UU No. 18 Tahun 2003 tentang
Advokat dan penjelasannya yang berbunyi:
“Advokat
berstatus sebagai penegak hukum, bebas dan mandiri yang dijamin oleh hukum dan
peraturan perundang-undangan.”
Dalam penjelasan
Pasal 5 ayat (1): “Yang dimaksud dengan “Advokat berstatus sebagai penegak
hukum” adalah Advokat sebagai salah satu perangkat dalam proses peradilan yang
mempunyai kedudukan setara dengan penegak hukum lainnya dalam menegakkan hukum
dan keadilan.”
Selain frasa
“penegak hukum” seperti dalam UU Advokat, terdapat pula istilah lain yang masih
memiliki hubungan dengan istilah “penegak hukum” yang dapat ditemui dalam
peraturan yang terpisah antara lain:
“Fungsi
kepolisian adalah salah satu fungsi pemerintahan negara di bidang pemeliharaan
keamanan dan ketertiban masyarakat, penegakan hukum, perlindungan, pengayoman,
dan pelayanan kepada masyarakat.”
b. Pasal
101 ayat (6) UU No. 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal dan penjelasannya: Dalam rangka
pelaksanaan kewenangan penyidikan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), Bapepam
(Badan Pengawas Pasar Modal) dapat meminta bantuan aparat penegak hukum lain.
Dalam
penjelasannya disebutkan: Yang dimaksud dengan “aparat penegak hukum lain”
dalam ayat ini antara lain aparat penegak hukum dari Kepolisian Republik
Indonesia, Direktorat Jenderal Imigrasi, Departemen Kehakiman, dan Kejaksaan
Agung.
c.
Pasal 49 ayat (2) huruf i UU No. 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan dan penjelasannya: Penyidik Pegawai
Negeri Sipil di lingkungan Otoritas Jasa Keuangan berwenang meminta bantuan
aparat penegak hukum lain. Dalam penjelasannya: Yang dimaksud dengan
"penegak hukum lain" antara lain kejaksaan, kepolisian, dan pengadilan.
d.
Pasal 2 UU No. 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi sebagaimana telah diubah dengan UU No. 8 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas UU No. 24 Tahun
2003 tentang Mahkamah Konstitusi:
“Mahkamah
Konstitusi merupakan salah satu lembaga negara yang melakukan kekuasaan
kehakiman yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum
dan keadilan.”
“Satuan Polisi
Pamong Praja, yang selanjutnya disingkat Satpol PP, adalah bagian perangkat
daerah dalam penegakan Perda dan penyelenggaraan ketertiban umum dan
ketenteraman masyarakat.”
a.
Pengadilan sipil :
1)
Peradilan umum
Salah satu pelaksanaan kekuasaan kehakiman
bagi rakyat pencari keadilan disebut peradilan umum. Pada umumnya, jika rakyat
melakukan suatu pelanggaran atau kejahatan, maka menurut peraturan dapat
dihukum atau dikenakan sanksi dan akan diadili dalam lingkungan peradilan umum.
Saat ini peradilan umum diatur berdasarkan UU No.2 tahun 1986 (Lembaran Negara
No. 20 tahun 1986). Kekuasaan kehakiman di lingkungan peradilan umum
dilaksanakan oleh pengadilan negeri, pengadilan tinggi, dan Mahkamah Agung
sebagai pengadilan negara tertinggi sebagaimana diatur dalam Pasal
3 ayat (1) UU No. 2 tahun 1986.
a)
Pengadilan negeri (PN)
Pengadilan tingkat
pertama adalah pengadilan negeri, yaitu suatu pengadilan umum yang sehari-hari
memeriksa dan memutuskan perkara dalam tingkat pertama dari segala perkara
perdata dan pidana sipil untuk semua golongan penduduk (warga negara dan orang
asing).
Kedudukan pengadilan
negeri adalah di ibu kota kabupaten/kota dan daerah hukumnya meliputi
kabupaten/kota. Penempatan kejaksaan negeri pada tiap-tiap pengadilan negeri
adalah sebagai alat pemerintah yang bertindak sebagai penuntut umum dalam suatu
perkara pidana terhadap si pelanggar hukum.
Perkara-perkara dalam
pengadilan negeri secara umum diadili oleh majelis hakim yang terdiri atas satu
hakim ketua dan dua hakim anggota, dibantu oleh seorang panitera. Kecuali untuk
masalah/perkara-perkara ringan yang ancaman hukumannya kurang dari satu tahun,
contohnya, perkara pelanggaran lalu lintas. Untuk masalah atau perkara seperti
ini, persidangannya dipimpin oleh hakim tunggal (Summier).
b)
Pengadilan Tinggi(PT)
Pengadilan tingkat dua
atau pengadilan banding adalah pengadilan tinggi, yaitu pengadilan yang
memeriksa kembali perkara yang telah diputuskan oleh pengadilan negeri.
Pengadilan tinggi berkedudukan di ibu kota provinsi. Ketua pengadilan tinggi
merupakan seorang kepala pada tiap-tiap pengadilan tinggi. Pengadilan tinggi
biasanya hanya memeriksa atas dasar pemeriksaan berkas perkara, walaupun tidak
menutup kemungkinan menggelar persidangan
seperti biasa. Empat belas hari setelah vonis pengadilan negeri merupakan
tenggang waktu yang biasa dilakukan untuk mengajukan banding.
Tugas
dan wewenang pengadilan tinggi meliputi:
(1) memimpin pengadilan-pengadilan negeri di
dalam daerah hukumnya;
(2) memeriksa, memutus, dan menyelesaikan
perkara pidana serta perdata di tingkat banding;
(3) memerintahkan agar mengirim berkas-berkas
perkara dan surat-surat untuk memberi
penilaian tentang kecakapan dan kerajinan para hakim;
(4) mengawasi perbuatan hakim pengadilan
negeri di dalam daerah hukumnya;
(5) memberi peringatan, teguran, dan petunjuk
yang dipandang perlu kepada pengadilan negeri dalam daerah hukumnya;
(6) mengadili di tingkat pertama dan terakhir
serta memiliki kewenangan mengadili antarperadilan negeri di daerah hukumnya;
(7) melakukan pengawasan terhadap jalannya
peradilan di dalam daerah hukumnya dan menjaga supaya peradilan itu
diselenggarakan dengan cara saksama dan wajar.
Susunan anggota yang ada pada pengadilan
tinggi, yaitu (1) pimpinan
(ketua pengadilan dan wakil ketua), (2) hakim
anggota, (3) panitera,
dan (4) sekretaris.
c)
Mahkamah Agung (MA)
Pengadilan umum tertinggi
di Indonesia dipegang oleh Mahkamah Agung yang berkedudukan di ibu kota
(Indonesia, Jakarta) atau di tempat yang ditetapkan oleh presiden. Daerah
hukumnya adalah seluruh wilayah Indonesia. Melakukan pengawasan tertinggi atas
segala tindakan-tindakan pengadilan lain di seluruh Indonesia dan menjamin agar hukum dilaksanakan
dengan sepatutnya merupakan kewajiban utama MA.
Kedudukan MA berdasarkan
Pasal 24 dan 24A Perubahan UUD RI Tahun 1945 yang dituangkan dalam UU No.1
tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman, kemudian diatur lebih lanjut dalam UU
No. 5 tahun 2004, mempunyai kekuasaan dan kewenangan sebagai berikut.
(1) Memberikan nasihat hukum kepada presiden
selaku kepala negara untuk pemberian dan penolakan grasi.
(2) Memeriksa dan memutuskan permohonan
kasasi dan sengketa tentang kewenangan.
(3) Melaksanakan tugas dan kewenangan lain berdasarkan
undang-undang.
(4) Mengadili permohonan peninjauan kembali
(PK) putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.
(5) Memberi pertimbangan dalam bidang hukum,
baik diminta ataupun tidak kepada
lembaga tinggi negara.
(6) Menguji secara material hanya terhadap
peraturan perundang-undangan di bawah
undang-undang.
Fungsi atau tugas Mahkamah Agung adalah
(1) untuk kepentingan negara dan keadilan MA
memberi peringatan, teguran, dan petunjuk yang dipandang perlu, baik dengan
surat tersendiri maupun dengan surat edaran;
(2) melakukan pengawasan tertinggi terhadap
pelaksanaan peradilan di semua lingkungan peradilan dalam menjalankan kekuasaan
kehakiman;
(3) mengawasi dengan cermat semua perbuatan
para hakim di semua lingkungan peradilan;
(4) mengawasi tingkah laku dan perbuatan para
hakim di semua lingkungan peradilan dalam menjalankan tugasnya.
Di samping itu, Mahkamah Agung memiliki tugas
dan kewenangan
lain di luar lingkungan peradilan yang
meliputi:
(1) memutuskan dalam tingkat pertama dan
terakhir semua sengketa yang timbul karena perampasan kapal asing dan muatannya
oleh kapal perang Republik Indonesia berdasarkan peraturan yang berlaku;
(2) menyatakan tidak sah semua peraturan
perundang-undangan di tingkat yang lebih rendah daripada undang-undang atas
alasan bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi;
(3) memberikan pertimbangan-pertimbangan
dalam bidang hukum, baik diminta maupun tidak, kepada lembaga tinggi negara
yang lain;
(4) memberikan nasihat hukum kepada presiden
selaku kepala negara dalam rangka pemberian atau penolakan grasi;
(5) bersama pemerintah melakukan pengawasan
atas penasihat hukum dan notaris.
Susunan organisasi MA
terdiri atas pimpinan, hakim anggota, panitera,
dan seorang sekretaris. Pimpinan MA terdiri atas seorang ketua, dua orang wakil
ketua, dan beberapa orang ketua muda yang masing- masing memimpin satu bidang khusus. Para hakim yang bekerja dalam lingkup
MA disebut hakim agung. Jumlah hakim agung paling banyak 60 orang. Ketua dan
wakil ketua MA dipilih oleh para hakim agung berdasarkan nama-nama calon yang
diajukan oleh DPR dan Komisi
Yudisial, dan diangkat oleh presiden.
2)
Peradilan khusus
a)
Pengadilan agama
Pengadilan agama yang dimaksud adalah
pengadilan agama Islam. Tugasnya memeriksa dan memutus perkara-perkara yang
timbul antara orang-orang yang beragama Islam mengenai bidang hukum perdata tertentu
yang diputus berdasar syariat Islam. Contohnya adalah perkara-perkara yang
berkaitan dengan nikah, rujuk, talak
(perceraian), nafkah, dan waris. Keputusan pengadilan agama dalam hal yang
dianggap perlu dapat dinyatakan berlaku oleh pengadilan negeri.
UU No. 7 tahun 1989 yang mengatur tentang
pengadilan agama menyatakan bahwa
lingkup pengadilan agama terdiri atas:
(1) pengadilan tinggi agama sebagai badan
peradilan tingkat banding, bertempat kedudukan sama dengan daerah pengadilan
tinggi;
(2) pengadilan agama sebagai badan peradilan
tingkat pertama, bertempat kedudukan sama dengan pengadilan negeri.
b)
Pengadilan tata usaha negara
Di Indonesia, kehadiran
pengadilan tata usaha negara tergolong masih sangat baru. Keberadaannya
didasarkan pada UU No. 9 tahun 2004 sebagai pengganti UU Nomor 5 tahun 1986
tentang Pengadilan Tata Usaha Negara dan Peraturan Pemerintah Nomor 7 tahun
1991.
Sengketa tata usaha
negara menurut Pasal 5 UU NO. 4/1986 adalah sengketa yang timbul dalam bidang
tata usaha negara akibat dikeluarkannya keputusan tata usaha negara. Sementara
itu, keputusan tertulis yang dikeluarkan oleh badan tata usaha negara adalah
keputusan tata usaha negara. Keputusan itu berisi tindakan hukum badan tata
usaha negara berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pengadilan Tata Usaha
Negara berwenang memeriksa dan memutus semua sengketa tata usaha negara dalam
tingkat pertama. Sengketa yang timbul dalam bidang tata usaha negara sebagai
akibat dikeluarkannya keputusan tata usaha negara adalah sengketa dalam tata usaha
negara.
Keputusan tata usaha
negara adalah suatu ketetapan tertulis yang dikeluarkan oleh badan tata usaha
negara yang berisi tindakan hukum badan tata usaha negara berdasarkan peraturan
perundang-undangan yang berlaku yang menerbitkan akibat hukum bagi seseorang
atau badan hukum. Masalah-masalah yang menjadi jangkauan pengadilan tata usaha negara meliputi:
(1) bidang HAM, yaitu gugatan atau permohonan
yang berkaitan dengan pencabutan hak milik seseorang, penangkapan, dan
penahanan yang tidak sesuai dengan prosedur hukum (sebagaimana diatur dalam KUHAP)
mengenai praperadilan;
(2) bidang
function publique , yaitu gugatan atau permohonan yang berhubungan
dengan status atau kedudukan seseorang, misalnya, bidang kepegawaian,
pemecatan, dan pemberhentian hubungan kerja;
(3) bidang sosial, yaitu gugatan/permohonan
terhadap keputusan adminis-trasi tentang
penolakan permohonan atau permohonan suatu izin;
(4) bidang ekonomi, yaitu gugatan atau
permohonan yang berkaitan dengan perpajakan, merek, agraria, dan sebagainya.
Berdasarkan Pasal 6 UU No. 9 tahun 2004,
pengadilan tata usaha negara dilaksanakan oleh badan pengadilan berikut.
(1) Pengadilan tata usaha negara berpuncak
pada Mahkamah Agung.
(2) Pengadilan tata usaha negara berkedudukan
di ibu kota provinsi dan daerah hukumnya yang meliputi wilayah provinsi.
(3) Pengadilan tata usaha negara berkedudukan
di ibu kota kabupaten/ kota dan daerah hukum yang meliputi wilayah
kabupaten/kota.
Presiden atas usul Ketua
MA dapat mengangkat dan memberhentikan hakim pengadilan tata usaha negara.
Ketua MA mengangkat dan memberhentikan ketua dan wakil ketua pengadilan tata usaha
negara.
c)
Peradilan hak asasi manusia
Berdasarkan UU No. 26
tahun 2000, dibentuk badan peradilan khusus untuk mengadili perkara pelanggaran
HAM berat yang meliputi kejahatan genosida
dan kejahatan terhadap kemanusiaan. Wilayah hukum pengadilan HAM sesuai Pasal
45 ayat (2) UU No. 26 tahun 2000 sebagai berikut.
(1) Makassar, meliputi provinsi Sulawesi
Selatan, Sulawesi Tengah, Sulawesi Utara, Maluku Utara, dan Irian Jaya.
(2) Jakarta, meliputi wilayah Daerah Khusus
Ibukota Jakarta, Provinsi Jawa Barat, Banten, Sumatra Selatan, Lampung,
Bengkulu, Kalimantan Barat, dan Kalimantan Tengah.
(3) Medan, meliputi Provinsi Sumatra Utara,
Nangroe Aceh Darussalam, Riau, Jambi, dan Sumatra Barat.
(4) Surabaya, meliputi Provinsi Jawa Tengah,
Daerah Istimewa Yogyakarta, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, Nusa Tenggara
Barat, dan Nusa Tenggara Timur.
Jumlah hakim dalam sidang
pengadilan HAM biasanya tiga orang, sedangkan dalam pemeriksaan perkara
pelanggaran HAM berjumlah lima orang, terdiri dari tiga orang hakim ad hoc dan
dua orang hakim pada pengadilan HAM yang bersangkutan, baik pada tingkat
pengadilan negeri, pengadilan banding, maupun MA. Atas usul ketua MA, presiden selaku
kepala negara dapat mengangkat dan memberhentikan hakim ad hoc. Pengadilan HAM
memutuskan dan memeriksa perkara pelanggaran HAM berat dalam waktu paling lama
180 hari terhitung sejak perkara dilimpahkan ke pengadilan HAM.
d)
Pengadilan tipikor (tindak pidana korupsi)
Pengadilan tindak pidana
korupsi (Tipikor) dibentuk berdasarkan amanat Pasal 53 UU No. 30 tahun 2002
tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (KPK) dan ditetapkan dalam
Keputusan Presiden No. 59 tahun 2004. Hakim ad hoc untuk pengadilan Tipikor
ditetapkan dalam Keppres No. III/M/2004 sebanyak sembilan orang, meliputi tiga
tingkatan, yaitu hakim tingkat pertama, hakim tingkat banding, dan hakim
tingkat kasasi. Adapun jumlah hakim pengadilan tindak
pidana korupsi dalam proses pemeriksaan
berkas perkara di pengadilan sebanyak lima orang, yaitu terdiri atas dua orang
hakim pada pengadilan tindak pidana korupsi yang bersangkutan dan tiga orang
hakim ad hoc , baik pada tingkat pengadilan banding, pengadilan negeri, maupun
MA.
b.
Mahkamah konstitusi
Mahkamah Konstitusi
adalah lembaga kekuasaan kehakiman yang baru dalam sistem ketatanegaraan
Indonesia. Dari negara-negara di dunia, Indonesia menempati urutan ke-78 yang
mempunyai lembaga sejenis. Kedudukan MK diatur dalam Pasal 24C Amendemen UUD
1945 dan lebih lanjut diatur dengan UU No. 24 tahun 2004. Hakim MK terdiri atas
sembilan
orang yang terdiri dari ketua, wakil ketua,
dan anggota. Sesuai Undang-Undang Dasar 1945 yang selanjutnya disahkan menurut
Undang-Undang Nomor 24 tahun 2003, kewajiban dan wewenang MK sebagai berikut.
1) Kewajiban MK adalah memberikan putusan
atas pendapat Dewan Perwakilan Rakyat mengenai dugaan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan
terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau
perbuatan tercela yang dilakukan oleh presiden dan atau wakil presiden.
2) Wewenang MK adalah mengadili pada tingkat
pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji undang-undang
terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945, memutus
sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh Undang-Undang
Dasar 1945, memutus pembubaran partai politik, dan memutus perselisihan tentang
hasil pemilihan umum.
Ketua Mahkamah Konstitusi
dipilih dari dan oleh hakim konstitusi untuk masa jabatan tiga tahun. Mahkamah
Konstitusi beranggotakan sembilan hakim konstitusi yang ditetapkan oleh
presiden. Hakim konstitusi diajukan masing-masing tiga orang oleh Mahkamah
Agung, tiga orang oleh Dewan Perwakilan Rakyat, dan tiga orang oleh presiden.
Masa jabatan hakim konstitusi adalah lima tahun dan dapat dipilih kembali untuk
satu kali masa jabatan berikutnya.
c.
Pengadilan militer
Pengadilan yang mengadili
anggota-anggota TNI, meliputi angkatan darat, angkatan laut, dan angkatan udara
disebut pengadilan militer. Berdasarkan Undang-Undang No. 31 tahun 1987 tentang
Pengadilan Militer, dinyatakan bahwa lingkup pengadilan militer meliputi:
1) pengadilan militer
pertempuran;
2) pengadilan militer
tingkat pertama yang mengadili kejahatan dan pelanggaran yang dilakukan oleh
TNI yang berpangkat kapten ke bawah disebut pengadilan militer;
3) pengadilan militer
utama;
4) pengadilan militer
tinggi, sebagai berikut:
a) pengadilan tingkat
pertama yang mengadili kejahatan dan pelanggaran yang dilakukan oleh TNI yang
berpangkat mayor ke atas, dan
b) pengadilan untuk
memeriksa dan memutus pada tingkat banding perkara pidana yang telah diputus
oleh pengadilan militer dalam daerah hukumnya yang dimintakan banding.
Pengadilan militer
sekarang berpuncak pada Mahkamah Agung mengingat bahwa pengadilan tertinggi di
Indonesia adalah Mahkamah Agung. Di samping pengadilan tentara, terdapat juga kejaksaan
tentara yang mempunyai daerah kekuasaan sama dengan daerah kekuasaan pengadilan
militer yang bersangkutan.
Berdasarkan Pancasila, lembaga peradilan berperan untuk menerapkan dan menegakkan hukum dan keadilan. Pengadilan
sebagai lembaga penegak hukum bertugas untuk memeriksa, mengadili, dan memutus
setiap perkara yang diajukan kepadanya agar mendapatkan keadilan. perkara yang
masuk tidak boleh ditolak hakim
pengadilan dengan alasan tidak mampu atau tidak ada hukum yang dapat dipakai untuk
menyelesaikannya. Jenis perkara yang masuk disesuaikan dengan tugas dan kewenangan dari
tiap lembaga peradilan yang ada. Jadi, melaksanakan kekuasaan kehakiman di
Indonesia untuk menegakkan hukum dan keadilan adalah peranan lembaga peradilan.
Agar hukum dan keadilan dapat diterapkan dan ditegakkan, pengadilan haruslah
dilaksanakan berdasarkan asas-asas berikut.
a. Pengadilan memeriksa, mengadili, dan
memutus perkara dengan hadirnya terdakwa, kecuali undang-undang menentukan
lain.
b. Pengadilan tidak boleh menolak untuk
memeriksa, mengadili, dan memutus suatu perkara yang diajukan dengan dalih
bahwa hukum tidak ada atau kurang jelas, melainkan wajib untuk memeriksa dan
mengadilinya.
c. Pengadilan mengadili menurut hukum dengan
tidak membeda-bedakan orang.
d. Pengadilan membantu pencari keadilan dan
berusaha mengatasi segala hambatan dan intangan untuk dapat tercapainya
peradilan yang sederhana, cepat, dan biaya ringan.
e. Putusan pengadilan dilaksanakan dengan
memerhatikan nilai kemanusiaan
dan keadilan.
f. Peradilan dilkukan demi keadilan
berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.
g. Peradilan dilakukan dengan sederhana,
cepat, dan biaya ringan.
h. Hakim harus memiliki integritas dan
kepribadian yang tidak tercela, jujur, adil, profesional, dan berpengalaman di
bidang hukum.
i. Terhadap putusan pengadilan tingkat
pertama dapat dimintakan banding kepada pengadilan tinggi oleh pihak-pihak yang
bersangkutan, kecuali undang-undang menentukan lain.
j. Semua putusan pengadilan hanya sah dan
mempunyai kekuatan hukum apabila diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum.
k. Setiap orang yang disangka, ditangkap,
ditahan, dituntut, dan atau dihadapkan di depan pengadilan wajib dianggap tidak
bersalah sebelum ada putusan pengadilan yang menyatakan kesalahannya.
l. Semua pengadilan memeriksa, mengadili, dan
memutus dengan sekurang-kurangnya tiga orang
hakim, kecuali undang-undang menentukan lain.
m. Tidak seorang pun dapat dikenakan
penangkapan, penahanan, penggeledahan, dan penyitaan, selain atas perintah
tertulis oleh kekuasaan yang sah dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam
undang-undang.
n. Hakim wajib menggali, mengikuti, dan
memahami nilai-nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat. Dalam
mempertimbangkan berat ringannya pidana, hakim wajib memerhatikan pula sifat
yang baik dan jahat dari terdakwa.
o. Setiap orang yang ditangkap, ditahan,
dituntut, atau diadili tanpa alasan berdasarkan undang-undang atau karena
kekeliruan mengenai orangnya atau hukum yang diterapkannya, berhak menuntut
ganti kerugian dan rehabilitasi, dan telah memperoleh kekuatan hukum tetap. Hal
ini disebut dengan asas praduga tak
bersalah.
p. Sidang pemeriksaan pengadilan adalah
terbuka untuk umum, kecuali undang-undang menuntut ganti kerugian dan rehabilitasi.
q. Tidak seorang pun dapat dihadapkan ke pengadilan selain daripada yang ditentukan
oleh undang-undang.
r. Setiap orang yang tersangkut perkara
berhak memperoleh bantuan hukum.
s. Terhadap putusan pengadilan dalam tingkat
banding dapat kasasi kepada Mahkamah Agung oleh pihak-pihak yang bersangkutan,
kecuali undang-undang menentukan lain.
t. Terhadap putusan pengadilan yang telah
memperoleh kekuatan hukum tetap, pihak-pihak yang bersangkutan dapat mengajukan
peninjauan kembali kepada Mahkamah Agung apabila terdapat hal atau keadaan
tertentu yang ditentukan dalam undang-undang.
Lembaga penegakan hukum di Indonesia disebut pengadilan atau badan peradilan.
Alat perlengkapan negara yang diberi tugas mempertahankan tetap tegaknya hukum
nasional disebut pengadilan atau lembaga peradilan. Menjalankan peradilan
dengan seadil-adilnya merupakan tugas pengadilan. Menerima, memeriksa, dan
mengadili, serta menyelesaikan setiap perkara yang diajukan kepadanya adalah
tugas pokok badan-badan peradilan. Peranan lembaga peradilan merupakan bagian
integral dalam rangkaian mewujudkan cita-cita dan tujuan RI
dalam Proklamasi
Kemerdekaan 17 Agustus 1945. Benteng terakhir untuk mencari keadilan dan
sebagai pelaksana cita-cita negara hukum merupakan peranan lembaga peradilan
juga, sebagaimana diamanatkan oleh UUD RI Tahun 1945 Pasal 1 ayat (3) yang
berbunyi: “Indonesia adalah negara hukum”. Oleh sebab itu, prinsip peradilan
dilakukan dengan sederhana, cepat, dan dengan biaya ringan (Pasal 4 ayat (2) UU
No. 4 tahun 2004).
Pasal 24 UUD RI Tahun 1945
menentukan bahwa kekuasaan kehakiman “… dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung
dan badan peradilan yang berada di bawahnya dalam lingkungan peradilan umum,
lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan
tata usaha negara, dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi. Ketentuan ini menjadi
ketentuan dasar bagi pengaturan lembaga peradilan di Indonesia. Jadi, ada dua
lembaga pemegang kekuasaan kehakiman di Indonesia, yaitu Mahkamah Agung dan
Mahkamah Konstitusi.
0 Response to "Menganalisis peranan lembaga-lembaga peradilan"
Posting Komentar