Kompetensi dasar 3.3 :
Mendeskripsikan instrument hokum dan perasdilan internasional HAM.
Tujuan pembelajaran :
#2. Menjelaskan contoh bentuk-bentuk pelanggaran HAM internasional.
4.
Menjelaskan
proses jalannya peradilan HAM instopersi dalam menyebutkan kasus.
1.
Instrument
HAM internasional.
a.
Internasional
Convernant of Civil and Political Rights (Perjanjian Internasional tentang Hak
Sipil dan Politik) dan Internasional Convernant of Economic, Social and
Cultural Rights (perjanjian Internasional tentang Hak Ekonomi, Sosial, dan
Budaya) Tahun 1996.
b.
Declaration
on The Rights to Peace (Deklarasi Bangsa atas Perdamaian) Tahun 1984 dan
Declaration on The Rights to Development (Deklarasi Hak atas Pembangunan) Tahun
1986.
c.
African
Charter on Human and People’s Rights (Banjul Charter)
Beberapa
hal penting yang tercantum dalam dokumen ini adalah adanya hak dan kebebasan
serta kewajiban seperti hak atas pembangunan dan terpenuhinya hak ekonomi,
social dan budaya yang merupakan jaminan bagi terpenuhinya hak politik.
d.
Cairo
declaration on Human Rights in Islam.
Deklarasi
ini menyatakan bahwa semua hak dan kebebasan yang terumuskan di dalamnya tunduk
pada ketentuan syariat islam dan bahwa satu-satunya acuan adalah syariat Islam.
e.
Bangkok
Declaration.
Deklarasi
ini mempertegas beberapa prinsip tentang hak asasi manusia.
f.
Vienna
Declaration (Deklarasi Wina) 1993.
Pada
hakikatnya, Deklarasi Wina merupakan reevaluasi kedua terhadap deklarasi HAM
dan suatu penyesuaian yang telah disetujui hamper semua Negara (kira-kira 170)
yang tergabung dalam PBB, termasuk Indonesia. Dengan berpegang teguh pada asas
bahwa hak asasi bersifat universal, Deklarasi wina mencerminkan usaha untuk
menjembatani jurang antara pemikiran barat dan non-barat.
2.
Contoh
bentuk-bentuk pelanggaran HAM internasional.
Fakta menunjukkan bahwa selama abad ke-20,
jutaan orang yang terdiri atas anak-anak, perempuan, dan laki-laki telah menjadi
korban kekejaman yang tidak terbayangkan dan dapat menggoyahkan hati nurani
kemanusiaan. Perdamaian, keamanan, dan kesejahteraan dunia telah terancam dan
kekejaman berat yang sangat serius telah menjadi keprihatinan bagi seluruh
masyarakat internasional. Namun hingga menjelang akhir abad ke-20, diduga masih
ada orang yang melakukan pelanggaran berat hak asasi manusia, tetapi masih
terbebas dan tidak tersentuh pengadilan. Mengapa? Hal ini disebabkan oleh
sistem peradilan nasional di setiap negara tidak selalu efektif dalam melakukan
proses peradilan terhadap pelaku kejahatan. Contohnya, pada kasus-kasus
penjahat perang dari masa Perang Dunia I dan Perang Dunia II. Hanya mereka yang
secara individu diduga kuat dan didukung oleh sejumlah bukti, didakwa melakukan
kejahatan perang (war crimes) atau kejahatan kemanusiaan (humanity crimes),
kemudian diadili dalam suatu
pengadilan internasional yang
dibentuk khusus di
negara tertentu yang bersifat sementara (pengadilan ad hoc).
Begitu pula pada
kasus-kasus pasca-Perang Dunia
II, seperti Mahkamah Tokyo dan Nurrenberg yang dibentuk
untuk mengadili penjahat perang di Rwanda (1994) dan
di Yugoslavia (1993).
Setelah selesainya pelaksanaan
sidang, pengadilan ad hoc
ini terus dibubarkan.
Banyak pelaku kejahatan
terhadap kemanusiaan yang dinilai serius oleh masyarakat internasional
(seperti Polpot di Kamboja dan Idi Amin di Uganda), baik di depan sidang
pengadilan nasional maupun di depan
Mahkamah Pidana Internasional, ternyata luput
dari pertanggungjawaban individual.
3.
Menjelaskan
peran peradilan HAM internasional dalam mencapai kasus pelanggaran HAM
internasional
Di
suatu negara akan
dibentuk pengadilan internasional atas
kasus pelanggaran berat hak asasi manusia apabila terjadi hal-hal
sebagai berikut:
a. pemerintah negara
yang bersangkutan tidak
berdaya dan tidak
sanggup
menciptakan pengadilan yang objektif,
b. mengancam perdamaian
internasional ataupun regional, dan
c. berlangsung konflik yang
terus-menerus.
Pembentukan pengadilan internasional harus mendapat persetujuan Dewan Keamanan
PBB terlebih dahulu. Lembaga yang menangani persoalan sengketa dan tindakan kejahatan internasional dalam
struktur organisasi PBB
adalah sebagai berikut.
a. Mahkamah Internasional (MI)
Mahkamah Internasional (MI)
merupakan organisasi langsung dari PBB yang berkedudukan di Den Haag. MI
berwenang memutuskan perkara hukum yang dipersengketakan antarnegara dan
memberi pertimbangan hukum atas berbagai kasus yang dilimpahkan kepadanya.
b. Mahkamah Militer
Internasional
Pada tahun 1945, terbentuk
Mahkamah Militer Internasional. Lembaga ini
bertugas mengadili para
pelaku kejahatan perang.
Misalnya, kasus kejahatan Perang
Dunia II.
c. Mahkamah Pidana
Internasional
Pada tanggal 17 Juli 1998,
Mahkamah Pidana Internasional disahkan dalam
forum diplomatik PBB
di Roma dan
disetujui oleh 120
negara. Mahkamah Pidana Internasional bersifat permanen guna mengadili
pelaku kejahatan agresi (crime
of aggression), kejahatan
genosida (crime of
genocide), kejahatan perang
(crime of war), dan kejahatan kemanusiaan (crime against humanity). Mahkamah
ini berkedudukan di Hague.
0 Response to "Mendeskripsikan instrument hokum dan perasdilan internasional HAM"
Posting Komentar